Minggu, 16 Oktober 2011

Rambu-rambu di Tengah Sawah

Rambu-rambu di Tengah Sawah

umbul-umbul hijau
Rambu-rambu biasanya umum dikenal di jalan raya, biasa kita sebut rambu-rambu lalu lintas, yang berguna untuk mengatur jalannya lalu lintas.  Namun jangan heran dulu, di sawah pun ada rambu-rambu lalu lintas.  Rambu-rambu ini berguna untuk mengatur jalannya lalu lintas air, dalam hal ini berguna untuk mengatur penggunaan air oleh petani di lahan pertaniannya.  Orang yang bertugas mengatur lalu lintas air ini adalah ulu-ulu atau mitracai, mereka lah yang berhak untuk memindah atau mengganti rambu-rambu tersebut.
Rambu-rambu ini sudah dikenal lama di Desa Sindanglaya, Kecamatan Tanjungsiang Subang. Penggunaannya rambu-rambu keberadaannya sangat diperlukan sekarang ini, mengingat pasokan air menjadi terbatas yang diakibatkan berkurangnya daerah resapan air akibat penggundulan hutan. Pengaturan penggunaan air akan lebih ramai di masa awal tanam, dimana para petani melakukan penanaman secara serempak.  Konsekuensi dari penanaman secara serempak adalah harus adanya sistem pembagian yang adil sehingga kebutuhan air terpenuhi secara merata. Bila penggunaan air tidak diatur, niscaya akan terjadi perebutan air.  Kejadian seperti ini sering kita jumpai di berbagai daerah, bahkan bisa berujung bentrokan antarpetani bila tidak ditangani dengan adil.
Rambu-rambu yang ada di sawah, bukan rambu-rambu berupa lampu elektronik yang menyala otomatis.  Rambu-rambu ini berupa umbul-umbul yang dipasang dengan menggunakan bambu, sehingga dapat terlihat dari kejauhan.  Namun ada kesamaan diantara rambu-rambu sawah dan lalu lintas, yaitu warna yang terdiri dari warna merah, kuning dan hijau.  Arti dari masing-masing warna pun hampir sama dengan rambu-rambu lalu lintas.


















Penggunaan warna ini berurutan dari warna merah, kuning kemudian hijau.  Warna merah berarti petani dilarang atau tidak boleh menggarap lahan pertaniannya, kuning berarti petani diperbolehkan untuk mengolah lahan garapannya, sedangkan untuk hijau sendiri adalah petani diperbolehkan untuk menanami lahan garapannya. Untuk ilustrasi , Daerah pertanaman biasanya akan dibagi ke dalam beberapa blok. Ketika musim tanam tiba, daerah atau blok yang terdekat dengan mata air atau yang pertama dilalui saluran air, di sini kita sebut blok A akan diberi umbul-umbul berwarna kuning yang artinya petani yang berada di blok tersebut diperbolehkan untuk melakukan tebar. Untuk Blok B atau daerah yang ada setelah blok A pada saluran air akan diberi umbul-umbul berwarna merah yang artinya tidak boleh mengolah lahan pertaniannya.  Setelah sekitar 2 minggu blok A yang asalnya ditandai umbul-umbul kuning akan berganti menjadi umbul-umbul berwarna hijau, yang artinya petani di blok A boleh menanam. Untuk blok B, umbul-umbul merah akan diganti dengan umbul-umbul kuning, sebagai tanda petani di blok B dipersilahkan untuk menebar benih padinya. Umbul-umbul merah kemudian akan bergeser ke blok C, dan seterusnya.
Namun penggunaan rambu-rambu hanyalah sebagai alat bantu, para petani selaku pelaku usahatani sendiri yang harus melaksanakan dengan sungguh-sungguh.  Oleh karena itu peranan para PPL, ulu-ulu dan para petani sendiri untuk senantiasa berkoordinasi akan menjadi alat yang lebih mujarab untuk mengatur penggunaan air. Courtesy of e_petani

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Bagus dan setuju Pak. Itu jalan penyampaian informasi terbaik. Sepantasnya di negeri agraris selayaknya ada rambu-rambu agraris/agrib. yang dapat bermanfaat dan melindungi peternak , petani, pekebun. pada kondisi tertentu misalnya "utamakan petani", dst. Bagaimana seandainya siap2 didisain sj Pak, mungkin laku, sehingga kalau ada yang melanggar, menjarah dll ada perlindungan hukumnya secara adil dan tidak merugikan bahkan merampas. Selain itu juga sebagai informasi yang mantap untuk petani maju.