JAKARTA, KOMPAS.com — Serangan serangga tomcat dari genus Paederus
membuat masyarakat bingung. Salah satu pertanyaannya adalah mengapa
serangga ini tiba-tiba muncul dalam jumlah banyak dan menyerang warga?
Pakar
serangga dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Aunu Rauf, mengungkapkan
bahwa serangan tomcat bisa terjadi akibat kombinasi beberapa faktor.
Aunu
menuturkan, serangga ini berkembang di tanah dan menyukai tempat yang
lembab. Wilayah persawahan adalah habitat favorit serangga ini karena
lembab dan menyediakan makanan berupa wereng coklat.
"Di akhir
musim hujan atau saat panen, padi diambil dan berpengaruh pada populasi
wereng. Ini akan mengganggu habitat kumbang tersebut," urai Aunu.
Saat
akhir musim hujan, tomcat sudah dalam tahap dewasa atau imago. Serangga
sudah bisa terbang mencari makan sehingga ketika habitat terganggu,
maka serangga jenis kumbang tersebut akan terbang mencari habitat baru.
"Saat
terbang itulah mungkin kumbang yang tertarik cahaya ini menemukan
lokasi serangan di apartemen yang terang," papar Aunu yang tahun lalu
juga mempelajari tentang merebaknya ulat bulu.
Aunu
mengungkapkan, tomcat sebenarnya tidak menyengat dan menggigit. Namun,
ketika terganggu, serangga ini akan mengeluarkan cairan racun bernama paederin.
"Cairan
ini yang menyebabkan warga mengalami kulit melepuh dan gatal seperti
yang dialami di Surabaya. Cairan bisa keluar kalau serangga ini
dipencet," Aunu menerangkan.
Khusus untuk serangan di apartemen,
Aunu mengungkapkan bahwa lokasi apartemen yang berada di kawasan
mangrove bisa menjadi salah satu penyebab.
"Kawasan mangrove
menjadi salah satu habitat serangga ini karena lembab. Kalau terganggu,
serangga bisa terbang ke sekitarnya dan menyerang," kata Aunu.
Dilaporkan bahwa kawasan mangrove di dekat Apartemen East Coast di Surabaya sudah rusak. Hal ini menyebabkan populasi Paederus yang ada di hutan mangrove terganggu.
"Jika
hutan mangrove sudah rusak, logis kalau terjadi serangan karena
serangga ini pasti akan mencari lingkungan baru," papar Hari Santoso,
pakar serangga dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Hari
menambahkan, tomcat juga bisa merebak dan menyerang akibat melimpahnya
populasi hewan yang bisa dimakannya. Tomcat biasanya memakan serangga
lain yang masih dalam tahap telur atau nimfa.
Hari
mengatakan, saat ini yang perlu diupayakan adalah mengajak masyarakat
memahami tomcat dan cara mencegah dampak negatif yang bisa terjadi.
Tomcat memiliki kepala berwarna hitam serta dada dan perut yang berwarna oranye. Ukuran tomcat lebih kurang 1 cm dengan sayap yang tak menutupi seluruh abdomen.
Hari
mengatakan, jika tomcat hinggap di kulit, warga tak perlu memencetnya.
Serangga ini cukup dihalau dengan tiupan atau kertas. Pencetan justru
membuat serangga mengeluarkan cairan racun.
Sumber: Kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar