Yogyakarta (ANTARA News) - Keterbatasan lahan di perkotaan membuat Pemerintah Kota Yogyakarta mengalihkan basis pengembangan pertanian dari pola pedesaan menjadi pola perkotaan, yaitu agribisnis dengan fokus pada pengolahan dan pemasaran produk pertanian.

"Pola pedesaan lebih mengutamakan produksi dan keluasan lahan pertanian, padahal di Kota Yogyakarta lahan sangat terbatas," kata Kepala Bidang Pertanian Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Pertanian Kota Yogyakarta Benny Nurhantoro di Yogyakarta, Senin.

Menurut dia, dengan pola pertanian perkotaan, maka para petani akan menjadi pelaku agribisnis yang mengolah dan memasarkan hasil pertanian untuk memperoleh keuntungan serta tetap mendukung ketahanan pangan yang berkualitas.

Kendati demikian, kata Benny, masih ada beberapa kendala untuk mewujudkan pertanian yang berbasis agribisnis tersebut, di antaranya pemberdayaan masyarakat pertanian.

"Selain itu, masih ada kendala untuk mengembangkan sarana dan prasarana dalam sistem pemasaran yang berbasis pertanian," katanya.

Salah satu upaya yang akan diwujudkan dalam pengembangan agribisnis di Kota Yogyakarta adalah dengan mengembangkan gudeg kaleng karena selama ini Yogyakarta terkenal sebagai "Kota Gudeg".

Gudeg kaleng yang akan dikembangkan adalah produksi dari Kelompok Tani Kusuma Wicitra Giwangan yang pernah berproduksi pada tahun 2007, namun terhenti karena kesulitan permodalan.

"Gudeg kaleng ini bahkan pernah diekspor ke Belanda sehingga kami pun berupaya untuk mengembangkannya lagi dengan meningkatkan produksinya. Tujuannya tetap ekspor," katanya.

Selain itu, lanjut dia, Yogyakarta juga menargetkan mewujudkan surplus benih padi unggulan dengan pembenihan di lahan seluas 12,5 hektare.

Hasil pembenihan ini akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan benih padi petani di Yogyakarta dan juga untuk petani di kabupaten sekitar. (E013/D007)