PENYULUHAN REPRODUKSI TERNAK
Oleh : Nur Rohman, SP.
BAB I
PENGELOLAAN REPRODUKSI
A. PENDAHULUAN
Usaha
peternakan di Indonesia sampai saat ini masih menghadapi banyak
kendala, yang mengakibatkan produktivitas ternak masih rendah. Salah
satu kendala tersebut adalah masih banyaknya gangguan reproduksi menuju kemajiran pada ternak betina. Akibatnya,
efisiensi reproduksi akan rendah dan kelambanan perkembangan populasi
ternak. Dengan demikian perlu adanya pengelolaan ternak yang baik agar
daya reproduksi meningkat sehingga menghasilkan efisiensi reproduksi
tinggi yang diikuti dengan produktivitas ternak yang tinggi pula.
Reproduksi merupakan proses yang majemuk pada setiap individu ternak. Reproduksi
merupakan proses perkembangan suatu makhluk hidup yang dimulai sejak
bersatunya sel telur dan sel mani menjadi individu baru yang disebut
zigot yang disusul dengan kebuntingan dan diakhiri dengan kelahiran.
Sapi
betina tidak hanya memproduksi sel kelamin yang sangat penting untuk
mengawali kehidupan turunan yang baru, tetapi ia juga menyediakan tempat
beserta lingkungannya untuk perkembangan individu baru .
Usaha
peternakan di Indonesia sampai saat ini masih banyak menghadapi kendala
yang mengakibatkan produktivitas ternak yang rendah. Hal ini ditengarai
dengan banyaknya laporan dari peternak mengenai kasus gangguan
reproduksi yang mengakibatkan kerugian yang besar terhadap pemilik
ternak.
Setiap induk ternak yang dimiliki oleh peternak mempunyai tiga kemungkinan status reproduksi, yaitu :
1) Berada pada kondisi kesuburan yang normal
2) Kondisi kemajiran ringan atau infertile
3) Kondisi kemajiran yang tetap (steril)
Ketiga
status tersebut diatas tergantung pada baik atau tidaknya tingkat
pengelolaan reproduksi pada ternak. Bila suatu kawasan peternakan banyak
menghadapi kasus gangguan reproduksi, ada beberapa parameter yang dapat
dipakai sebagai acuan yang menyatakan bahwa wilayah tersebut terdapat
gangguan reproduksi :
1. Jarak antara beranak lebih dari 400 hari
2. Jarak antara melahirkan sampai bunting kembali melebihi 120 hari
3. Angka kebuntingan kurang dari 50 %
4. Rata rata jumlah perkawinan perkebuntingan lebih besar dari dua
5. Jumlah induk sapi yang membutuhkan lebih dari tiga kali IB untuk terjadinya kebuntingan melebihi 30 %.
Melihat
betapa pentingnya proses reproduksi bagi suatu usaha peternakan bila
mengingat bahwa tanpa adanya reproduksi, mustahil produksi ternak dapat
diharapakan menjadi maksimal. Oleh sebab itu pengelolaan reproduksi
merupakan bagian yang amat penting dalam suatu usaha peternakan.
Faktor pengelolaan reproduksi meliputi :
1. Pemberian pakan yang berkualitas dan cukup
2. Lingkungan serasi yang mendukung perkembangan ternak
3. Tidak menderita penyakit khususnya penyakit menular kelamin
4. Tidak menderita kelainan anatomi kelamin yang bersifat menurun
5. Tidak menderita gangguan keseimbangan hormone khususnya hormone reproduksi
6. Sanitasi kandang yang baik.
Untuk mendukung keberhasilan pengelolaan reproduksi perlu juga dilaksanakan program kesehatan reproduksi meliputi :
1. Meningkatkan keterampilan dan kesadaran beternak bagi para peternak
2. Pemeriksaan secara tetap tiap bulan pada ternak betina oleh petugas kesehatan reproduksi
3. Penilaian terhadap prestasi reproduksi induk.
4. Pelaksanaan perubahan pengelolaan reproduksi menuju keuntungan yang lebih baik, yang meliputi :
a. Penyediaan ransum pakan untuk induk yang sedang bunting dan laktasi
b. Keserasian kondisi lingkungan untuk pertumbuhan ternak
c. Deteksi Berahi yang tepat
d. Waktu tepat kawin
e. Pengelolaan yang tepat terhadap uterus pasca melahirkan.
B. ANATOMI REPRODUKSI BETINA
Organ reproduksi pada sapi betina terdiri dari organ genitalia interna (ovarium,oviduk,uterus,cervix uteri dan vagina) dan organ genitalia eksterna (vestibulum dan vulva).
Ovarium merupakan organ reproduksi primer yang menghasilkan ova dan
hormon-hormon kelamin betina. Sedangkan oviduk,uterus,cervix
uteri,vagina dan vulva merupakan organ reproduksi sekunder yang
berfungsi menerima dan menyalurkan sel-sel kelamin jantan dan
betina,memberi makan dan melahirkan individu baru.
Gambar 1. Organ reproduksi sapi betina
OVARIUM
Berbeda
dengan testis, ovarium tertinggal di dalam cavum abdominalis. Ia
mempunyai dua fungsi, sebagai organ eksokrin yang menghasilkan sel telur
atau ovum dan sebagai organ endokrin yang mensekresikan hormon-hormon
kelamin betina,estrogen dan progesteron. Ovarium sapi dan domba
berbentuk oval.
Pada sapi ukuran ovarium bervariasi dengan panjang 1,3-5,0 cm, lebar 1,3-3,2 cm, dan tebal 0,6-1,9 cm. Ovarium
kanan umumnya lebih besar daripada ovarium kiri, karena secara
fisiologik dia lebih aktif. Berat ovarium juga bervariasi antara 10
sampai 20 gram.
OVIDUK (Tuba Fallopii)
Oviduk
atau Tuba Fallopii merupakan saluran kelamin paling anterior, kecil,
berliku-liku dan terasa keras seperti kawat terutama pada pangkalnya.
Pada sapi panjangnya mencapai 20-30 cm dan diameternya 1,5-3,0 cm.
Gambar 3. Oviduk dan struktur yang mengelilinginya.
Fungsi oviduk adalah menerima atau menangkap sel telur yang diovulasikan.
UTERUS
Uterus merupakan suatu struktur saluran muskuler yang diperlukan untuk
penerimaan ovum yang telah dibuahi, nutrisi dan perlindungan foetus, dan
stadium permulaan ekspulsi foetus pada waktu kelahiran. Uterus teridiri
dari cornua, corpus, dan cervix. Pada sapi, domba dan kuda mempunyai uterus jenis uterus bipartitus, terdapat suatu dinding penyekat (septum) yang memisahkan kedua cornua dan corpus uteri yang cukup panjang. Cornua uteri pada sapi dan domba berlekuk seperti tanduk domba jantan. Pada sapi dara setiap cornua
uteri membentuk satu putaran spiral lengkap, sedangkan pada sapi-sapi
pluripara (sudah sering beranak) spiral tersebut sering hanya mencapai
setengah putaran.
Pada batang uterus sapi memiliki 50 -100 kotiledon yang merupakan
tempat bertautan plasenta pada dinding rahim, pada dinding rahim hewan
yang tidak bunting panjang kotiledon 1,2 cm dan lebar serta ketebalannya
kurang dari 1 cm. Sewaktu hewan bunting menjadi sangat membesar dan
berliku dengan ukuran panjang mencapai 12,5 cm.
Uterus mempunyai sejumlah fungsi penting. Pada waktu perkawinan, kerja
kontraksi uterus mempermudah pengangkutan sperma ke oviduk. Sebelum
implantasi, ia mengandung dan cairan uterus yang
menjadi medium bersifat suspensi bagi blastocyt,dan sesudah implantasi
uterus menjadi tempat pembentukan placenta dan perkembangan foetus.
CERVIX UTERI
Cervix atau leher uterus
merupakan suatu otot sphincter tubuler yang sangat kuat dan terdapat
antara vagina dan uterus. Dindingnya lebih keras, lebih tebal dan lebih
kaku daripada dinding-dinding uterus atau vagina, dan dinding cervix
ditandai oleh berbagai penonjolan-penonjolan. Pada ruminansia
penonjolan-penonjolan ini terdapat dalam bentuk lereng-lereng
transversal dan saling menyilang, disebut cincin-cincin annuler. Cincin-cincin ini sangat nyata pada sapi (biasanya 4 buah) dan domba, yang dapat menutup rapat cervix secara sempurna. Cervix
uteri berfungsi sebagai saluran yang memudahkan (dengan mukus
cervixnya) sperma menuju lumen uterus, berperan menyeleksi sel sperma
yang viable dari sel sperma yang non viable dan cacat/rusak,menutup dan
menjaga kondisi uterus selama masa kebuntingan.
Gambar 5. Cervix uteri sapi
VAGINA.
Vagina adalah organ kelamin betina dengan struktur selubung muskuler
yang terletak di dalam rongga pelvis dorsal dari vesica urinaria, dan
berfungsi sebagai alat kopulatoris dan sebagai tempat berlalu bagi
foetus sewaktu partus.
ORGAN GENITALIA EKSTERNA
Alat kelamin luar terbagi atas vestibulum dan vulva. Vulva terdiri atas labia majora,labia minora,commisura dorsalis dan ventralis serta clitoris.
Vestibulum
memiliki beberapa otot sirkuler atau seperti sphincter yang menutup
saluran kelamin terhadap dunia luar. Selama partus vestibulum berfungsi
sebagai tempat tumpuan pertautan bagi seluruh saluran kelamin yang
berkontraksi sewaktu mengeluarkan foetus.
C. SIKLUS BERAHI
Produktifitas
ternak tergantung langsunng maupun tidak langsung pada kemampuan
reproduksinya. Ternak dengan kecepatan reproduksi tinggi, disertai
seleksi yang baik dalam perkawinannya pasti akan meningkatkan produksi
hasil ternaknya.
Target manajemen reproduksi pada suatu kelompok ternak :
1. mendapatkan pedet yang sehat dari satu kelahiran pertahun
2. meningkatkan mutu genetic pedet
Untuk meningkatkan efisiensi reproduksi :
1. Penyembuhan uterus normal selama 6 minggu
2. Penampakan tanda birahi dan recover ovulasi
3. Deteksi birahi secara tepat dan peningkatan kebuntingan setelah IB
4. Semen dengan kualitas baik di IBkan pada 12 – 18 jam sebelum ovulasi.
1. Pubertas
Perkembangan
dan pendewasaan alat kelamin dipengaruhi oleh banyak faktor,
diantaranya adalah bangsa sapi dan manajemen pemberian pakan. Dalam
kondisi pemberian pakan yang baik pubertas pada sapi betina dapat
terjadi pada umur 5 – 15 bulan. Berat badan dan atau besar
tubuh lebih penting daripada umur, sebab sapi yang diberi pakan rendah
dua kali lebih tua daripada umur yang dicapai oleh sapi dengan tingkatan
yang tinggi. Dimana bobot badan yang ideal untuk pubertas berkisar 227 –
272 kg pada umur rata – rata 15 bulan.
Sapi
mencapai dewasa kelamin sebelum dewasa tubuh tercapai. Keterangan ini
memberi petunjuk agar tidak mengawinkan sapi betina pada waktu munculnya
tanda-tanda pubertas yang pertama, Karen jika mengawinkan terlalu
cepat, maka sapi akan bunting dengan kondisi badan masih dalam proses
pertumbuhan, maka tubuhnya harus menyediakan makanan untuk pertumbuhan
dirinya dan anak dalam rahimnya.
Umur Pubertas (bulan)
| ||
Bangsa
|
Betina
|
Jantan
|
Kambing – Domba
|
7-10
|
4-6
|
Babi
|
4-7
|
4-8
|
Sapi
|
8-11
|
10-12
|
Sapi Brahman
|
15-18
| |
Kuda
|
15-18
|
13-18
|
Waktu pubertas lebih dipengaruhi oleh perkembangan tubuh dibandingkan dengan umur
% Berat Badan Saat Pubertas
| |
Sapi Perah
|
30-40% BB dewasa
|
Sapi Potong
|
45-55% BB dewasa
|
Kambing
|
40-60% BB dewasa
|
2. Urutan Waktu Dalam Siklus Birahi
- Lama Siklus Birahi : 18 – 24 hari atau ± 21 hari
- Lama birahi : 6 – 30 jam atau rata – rata 17 jam, tergantung umur
Birahi mulai sore lebih lama 2- 4 jam daripada birahi pagi
- Waktu ovulasi : 9 – 15 jam setelah tanda birahi nampak.
- Birahi setelah beranak : 21 -80 hari atau rata – rata 60 hari sejak beranak.
3. Birahi / Estrus
Estrus adalah fase yang terpenting dalam siklus berahi, karena dalam fase ini hewan betina memperlihatkan gejala yang khusus untuk tiap-tiap hewan, dan dalam fase ini pula hewan betina mau menerima pejantan untuk kopulasi. Ciri khas dari estrus adalah terjadinya kopulasi. Jika hewan menolak untuk kopulasi, maka penolakan tersebut memberi pertanda bahwa hewan betina masih dalam fase proestrus atau fase estrus telah terlewat. Tanda lain yang umumnya mereka perlihatkan tanda gelisa, nafsu makan berkurang atau hilang sama sekali, menghampiri pejantan dan tidak lari bila pejantan menungganginya. Dalam servic jumlah lendir maupun jumlah sekresi lendir dalam tiap-tiap kelenjar bertambah. Pada sapi lendir yang dihasilkan oleh service ini bersifat bening, terang tembus dan mengalir ke vagina. Vagina dan vulva pada jenis hewan tidak memperlihatkan banyak perubahan, hanya pada dara (betina yang baru pubertas) pada umumnya terjadi kebengkakan vulva serta perubahan vaskularisasi hingga warnanya agak kemerah-merahan dan selalu terlihat pada waktu estrus.Perubahan-perubahan seperti ini pada hewan betina dewasa yang telah beberapa kali beranak, sering tidak nyata.
Peternak
atau petugas akan mudah melakukan deteksi birahi apabila memahami tanda
– tanda birahi sapi terjadi serta kebiasaan rutin sapi tersebut. Oleh
sebab itu perlu adanya pola rutin deteksi birahi :
- Deteksi 3 kali sehari yaitu pada pagi hari saat pagi, pada siang hari saat sapi dalam kondisi tenang / istirahat dan pada sore hari.
- Waktu pengamatan birahi dilakukan sesuai dengan siklus birahi yaitu setiap hari ke -19 -23 (rata – rata pada hari ke – 21) setelah birahi sebelumnya. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan bantuan kalender IB dan jika ada tanda – tanda segera lapor kepada petugas IB
- Petugas dapat melakukan palpasi rectal untuk mengetahu kondisi ovarium
Angka kebuntingan tertinggi atau waktu IB terbaik adalah 4 – 20 jam sejak awal birahi
5. Saat Yang Tepat Melakukan Inseminasi Buatan Sapi
Dalam
pelaksanaan di lapangan, baik inseminator maupun pemilik sapi sukar
untuk dapat mengetahui saat dimulainya estrus, lebih-lebih saat ovulasi.
Untuk memudahkan pelaksanaan, maka dibuat petunjuk umum yang dapat
digunakan dengan mudah. Faktor yang terpenting dalam petunjuk tersebut
adalah pengamatan terhadap berahi. Bila gejala berahi sudah terlihat
maka saat inseminasi mudah ditentukan. Sehingga petunjuk praktisnya
sebagai berikut, jika sapi terlihat berahi pada pagi hari ini, maka
inseminasi harus dilakukan pada hari itu juga, sedangkan bila sapi
terlihat berahi pada sore hari ini, maka inseminasi harus dilakukan pada
esok harinya sebelum jam 12.00 siang.
PETUNJUK WAKTU MELAKUKAN I.B. PADA SAPI
Sapi terlihat berahi
|
Saat yang baik melakukan I.B.
|
Terlambat
|
Pada pagi hari ini
|
I.B. Hari ini juga
|
Ditangguhkan sampai besok
|
Sore atau malam hari
|
I.B. besok pagi sebelum jam 12.00 siang
|
Sesudah jam 12.00 esok harinya
|
BAB II
KESEHATAN REPRODUKSI
A. GANGGUAN REPRODUKSI DAN PENANGANANNYA
Gangguan Reproduksi Yang Biasa Terjadi Pada Sapi :
1. Birahi tenang (Silent Heat)
Birahi
tenang atau birahi tidak teramati banyak dilaporkan pada sapi potong;
sapi dengan birahi tenang mempunyai siklus reproduksi normal, namun
gejala birahinya tidak terlihat. Birahi tenang akan mengakibatkan
peternak tidak dapat mengetahui kapan sapinya birahi, sehingga tidak
dapat dikawinkan dengan tepat.
Birahi tenang pada sapi karena beberapa kemungkinan yaitu :
a. faktor genetis
b. manajemen peternakan yang kurang baik
c. defisiensi komponen-komponen pakan atau defisiensi nutrisi,
d. kondisi fisik jelek, kebanyakan karena parasit interna (cacing),
2. Tidak birahi sama sekali (anestrus)
Tidak birahi sama sekali atau anestrus
adalah keadaan dimana memang tidak terjadi siklus reproduksi, tidak ada
ovulasi, sehingga tidak terjadi gejala birahi sama sekali. Kasus anestrus pada
sapi perah cukup banyak ditemui, umumnya terjadi setelah beranak.
Anestrus pada sapi perah akibat defisiensi nutrisi umumnya berupa
penurunan ovaria (hipofungsi ovaria) bisa mencapai 90% dan akibat adanya
peradangan saluran reproduksi 10%.
3. Kawin berulang (Reapet Breeder)
Kawin
berulang adalah induk ternak yang mempunyai siklus birahi normal dan
gejala birahi yang jelas tetapi bila dikawinkan atau di inseminasi
buatan berulang-ulang tidak pernah menjadi bunting.
Penyebab kawin berulang adalah:
- Faktor kegagalan pembuahan (fertilization failure)
- Faktor kematian embrio dini (early embrionic death)
Penanganan gangguan reproduksi dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Perbaikan kondisi tubuh, usahakan kondisi fisik (body condition score
= BCS, skor kondisi tubuh = SKT) optimum untuk reproduksi, yaitu
sekitar 3,0 dari suatu cara penilaian kondisi tubuh antara 1 (kekurusan)
dan 5 (kegemukan). Perbaikan kondisi tubuh dapat lebih cepat dibantu
dengan perbaikan pemberian pakan yang berkualitas dan dalam jumlah yang
cukup, dan pemberian obat cacing secara teratur (reguler).
b. Intensifikasi
pengamatan birahi individu sapi. Penanganan yang lebih sering, terutama
pada waktu malam hari. Pengamatan birahi akan lebih mudah bila
dimungkinkan untuk menjadikan sejumlah sapi-sapi betina yang berdekatan
dalam satu kandang lepas besar atau dalam satu padangan untuk dilakukan
inseminasi buatan atau kawin pejantan.
c. Aplikasi sinkronisasi birahi dan ovulasi dengan mempertimbangkan perhitungan ekonomis.
B. PENYEBAB GANGGUAN REPRODUKSI.
Gangguan reproduksi pada sapi potong disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1. Cacat anatomi saluran reproduksi.
2. Gangguan fungsional.
3. Kesalahan managemen.
4. Infeksi organ reproduksi.
1. Cacat anatomi
saluran reproduksi ini dibedakan menjadi 2 yaitu: cacat bawaan
(Kongenital) dan cacat perolehan. Cacat bawahan sejak lahir dapat
terjadi pada indung telur (Ovarium) dan pada saluran reproduksinya.
Gangguan pada ovarium berupa indung telur mengecil (Hipoplasia ovaria)
dan indung telur tidak terbentuk (Agenesis Ovaria).
Hipoplasia
ovaria merupakan suatu keadaan indung telur tidak berkembang karena
keturunan, apabila terjadi pada salah satu indung telur maka sapi akan
menunjukan gejala Anestrus (tidak pernah birahi) dan apabila terjadi
pada kedua indung telur maka sapi akan steril (Majir).
Cacat
perolehan dapat terjadi pada indung telur, diantaranya perdarahan pada
indung telur (Ovarian hemorrhagie) dan radang pada indung telur
(Oophoritis), perdarahan pada indung telur terjadi karena efek sekunder
dari manipulasi traumatik pada indung telur, dengan gejala sapi
mengalami kawin berulang. Sedangkan oophoritis merupakan keradangan pada
indung telur yang disebabkan oleh manipulasi traumatik / pengaruh
infeksi dari tempat lain seperti infeksi pada saluran telur (Oviduk)
atau infeksi rahim (Uterus), gejalanya sapi menjadi tidak pernah birahi
(Anestur).
Sedangkan
cacat perolehan pada saluran reproduksi antara lain: Radang pada Oviduk
(Salphingtis), Kesulitan pada saat beranak (Distokia) dan tumor.
2. Gangguan Fungsional.
Gangguan
fungsional merupakan keadaan dimana organ reproduksi tidak berfungsi
dengan baik adanya abnormalitas hormonal, contoh gangguan fungsional
diantaranya:
a. Sista Ovarium.
b. Subestrus dan birahi tenang.
c. Anestrus.
d. Ovulasi tertunda.
3. Kesalahan managemen.
Faktor
managemen sangat erat hubungannya dengan faktor pakan / nutrisi. Jika
tubuh kekurangan nutrisi terutama untuk jangka panjang maka akan
mempengaruhi fungsi reproduksi.
5. Infeksi organ reproduksi.
Infeksi
organ reproduksi dibagi menjadi dua yaitu infeksi non spesifik dan
infeksi spesifik. Contoh infeksi non spesifik antara lain:
a. Endometritis (radang Uterus)
Endometritis
merupakan peradangan pada dinding rahim (Uterus) yang terkontaminasi
oleh berbagai mikroorganisme (Bakteri) selama masa nifas (Puerpurium).
Gejalanya antara lain: keluar cairan leleran berwarna putih sampai
kekuningan yang berlebihan, uterus mengalami pembengkaan.
b. Piometra (radang uterus bernanah).
Merupakan
pengumpulan sejumlah cairan kekuningan dalam rongga rahim dan adanya
corpusleteum persistensi, hal ini karena adanya isi terus yang abnormal.
c. Vaginitis.
Merupakan
peradangan pada Vagina, hal ini disebabkan oleh penanganan masalah
reproduksi yang tidak tepat seperti tarik paksa / fetotomi.
Sedangkan infeksi yang bersifat spesifik antara lain:
a. Brucellosis.
Penyebab
Brucellosis pada sapi adalah Bakteri Brucella Abortus, bersifat
Zoonosis, Brucella dapat menular melalui lendir alat kelamin, selaput
lendir mata, makanan dan air minum yang tercemar ataupun melalui IB yang
terinfeksi.
Gejala yang nampak yaitu biasanya sapi bunting mengalami keguguran pada 6 – 9 bulan kebuntingan.
b. Leptospirosis.
Penyebabnya
adalah bakteri leptospira pomona, cara penularannya melalui kulit
terbuka, selaput lendir, karena kontak dengan makanan dan minuman yang
tercemar, gejala yang nampak antara lain: Tidak mau makan (Anoreksia),
produksi susu turun, keguguran pada pertengahan kebuntingan dan biasanya
terjadi retensio plasenta.
2. MASALAH REPRODUKSI LAINNYA.
Selain
gangguan reproduksi yang disebabkan oleh faktor tersebut diatas,
kondisi patologis yang berhubungan dengan masalah reproduksi anlaintara:
a. Dobolen (Prolapsus Uteri).
Merupakan
kejadian terbaliknya Rahim, Vagina, dan servik, mengantung keluar
melalui Vulva. Penyebabnya adalah ternak selalu dikandangkan, tingginya
kadar hormon ertrogen, managemen pemeliharaan yang jelek.
b. Kesulitan melahirkan (Distokia).
Merupakan
suatu kondisi stadium pertama kelahiran (Dilatasi servik) dan kedua
(Pengeluaran faetus) lebih lama dan menjadi sulit dan tidak mungkin lagi
bagi induk untuk mengeluarkan faetus. Penyebabnya antara lain: Gizi
buruk, Tatalaksana, infeksi, traumatik dll. Penanganannya antara lain:
Mutasi, Penarikan Paksa, Pemotongan janin, Operasi secar. (Sumber materi Pelatihan BUDIDAYA SAPI. di Kec Tarokan Kab Kediri).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar