Senin, 11 Maret 2013

Yang Terpenting, KRPL Harus Menyuburkan Senyum

KRPL (Kawasan Rumah Pangan Lestari) dikembangkan untuk memanfaatan pekarangan, minimal agar rumah tangga mampu menyediakan kebutuhan pangan sehari-hari. Tetapi, bagi Ir. Rohmat Budiono, MSc, yang terpenting KRPL harus menyuburkan senyum anggota rumahtangga pelakunya. Kok?!
Adalah Rohmat, seorang peneliti BPTP Jatim, yang sukses mengembangkan KRPL mandiri di Perumahan Sarimadu Permai, Desa Kendalpayak, Kec. Pakisaji, Kab. Malang. Dalam kurun waktu kurang lebih satu tahun, pelaku meningkat dari 50 menjadi 200 KK.

Ada sentuhan menarik di balik kisah sukses di atas, dalam upaya merayu masyarakat agar mau menjadi pelaku KRPL. Pengadaan lomba, mungkin sudah biasa dilakukan untuk merangsang minat masyarakat dalam satu program.

Yang satu ini sedikit beda. Ketika pelaku KRPL sudah mulai terampil bertanam, setiap polibag diberi label yang berisi nama lokal/Indonesia, nama latin, kandungan kimia/gizi dan manfaatnya untuk kesehatan. Karuan saja, Ibu-ibu makin bersemangat memeliharanya, saling bertukar pengetahuan, dan saling bertukar-sapa saat menyiram di pagi dan sore hari yang hampir serempak.

“Justru, di dalam timbulnya saling bertukar-sapa itulah, menurut hemat saya, faktor yang tidak kalah pentingnya dalam menentukan keberhasilan KRPL mandiri ini”, jelas Rohmat tidak kalah bersemangatnya dengan Ibu-ibu. “Maklum sebelum ini, tegur-sapa itu merupakan barang langka dan mahal di lingkungan yang individualis ini”, tambahnya.

Titik-titik simpul sederhana dan halus, seperti pelabelan polibag atau tolok ukur tegur-sapa di atas, barangkali itulah yang harus dicermati, dicari, ditemukan dan diemplementasikan oleh para fasilitator KRPL.

Sebegitu halusnya simpul-simpul yang harus ditemukan itu, bahkan introduksi teknologi yang lebih canggih harus dipertimbangkan masak-masak. Sebab, boleh jadi beresiko menghilangkan simpul lain. Seperti dikhawatirkan Rohmat ketika akan mengenalkan fertigasi atau hidroponik, “Hanya satu yang mengganjal pengenalan kedua teknologi itu”, katanya, “Saya takut tegur-sapa itu akan kembali lenyap. Karena tidak akan ada lagi orang menyiram di pagi dan sore hari, bertemu, dan bertegur-sapa”.

Dengan demikian, KRPL akan lebih mudah ditangkap sebagai keharusan fungsional (keyakinan akan manfaatnya), baik oleh pelaku maupun fasilitator, bukan sekadar keharusan struktural atau perintah. Tentu saja, titik-titik simpul lainnya tetap perlu ditumbuhkan, misalnya pembangunan KBD (Kebun Bibit Desa) yang menjamin ketersediaan bibit.

Sumber : BPTP Karangploso

 Baca juga :
Lele Sangkuriang
Workshop Pengembangan ePetani
Sapi Pedaging
Ayam
Beternak Kelinci

Tidak ada komentar: